Celluliteskincream – Masyarakat adat Ompu Umbak Siallagan di Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara, menuntut pembebasan tetua mereka, Sorbatua Siallagan yang ditangkap polisi pada Jumat (22/03).
Sorbatua dilaporkan oleh perusahaan penghasil bubur kertas PT Toba Pulp LOGIN RGO303 Lestari atas tuduhan “merusak, menebang, dan membakar” hutan konsesi yang tumpang tindih dengan wilayah adat masyarakat.
Kakek berusia 65 tahun itu kini mendekam di sel tahanan Polda Sumatra Utara.
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak menduga penangkapan Sorbatua adalah bentuk “kriminalisasi” di tengah perjuangan masyarakat atas tanah adat mereka.
Sorbatua hanyalah satu dari puluhan orang dari berbagai komunitas adat di sekitar Danau Toba yang pernah diperiksa sebagai saksi, ditetapkan sebagai tersangka, hingga divonis penjara imbas konflik lahan di wilayah sekitar operasional PT TPL.
Dalam menangani kasus-kasus ini pun, Hengky menuding penegak hukum tidak mempertimbangkan perspektif masyarakat adat. Itu diperburuk oleh nihilnya pengakuan pemerintah atas hak tanah masyarakat adat.
Masyarakat adat Ompu Umbak Siallagan sendiri disebut telah beratus-ratus tahun mendiami wilayah itu. Sementara itu, PT TPL baru mendapat izin konsesi di area ini pada tahun 1983.
“Kalau cara ini tidak kami protes dan tidak kami suarakan, akan banyak masyarakat adat yang menjadi korban,” kata Hengky.
Ketika dikonfirmasi, juru bicara PT TPL, Salomo Sitohang, menyebut kasus Sorbatua sebagai “tindakan kriminal murni”.
Salomo menyatakan komunitas adat Ompu Umbak Siallagan tidak pernah mengajukan klaim tanah adat melalui skema perhutanan sosial kepada perusahaan.
Polisi juga mengutarakan hal senada.
“Sorbatua tidak memiliki dasar atau hak apapun dalam mengerjakan atau menduduki kawasan hutan yang merupakan areal konsesi milik PT TPL,” kata Kepala Bidang Humas Polda Sumatra Utara, Komisaris Besar Hadi Wahyudi.
Menurut polisi RGO 303, Sorbatua dan komunitasnya “menguasai lahan milik PT TPL seluas kurang lebih 162 hektare”.
Namun terlepas dari kasus hukum yang menjerat kakeknya, cucu dari Sorbatua, Veronika Siallagan, mengatakan “tidak akan berhenti berjuang” untuk mempertahankan tanah adat mereka dari aktivitas perusahaan yang jaraknya kian dekat ke kampung.
“Dari bibir kampung jaraknya hanya 300 meter, dari gereja kami tidak sampai 300 meter. Wajar kami pertahankan, itu tanah nenek moyang kami,” kata Veronika kepada BBC News Indonesia.